Oleh: Prajnavira Mahasthavira
Kompas, Jumat, 8 Mei 2009 (hal. 6)
Bukan guncangan bumi yang mengharukan sebuah kelahiran. Namun ketaatan dan perjuangan yang mengabadikan sebuah penerangan. Bukan tetesan air mata yang berlinang deras mengantarkan kepergian. Namun pelayanan dan kesetiaan yang menjalarkan kasih dan kebijakan. Berkelanalah ke seluruh penjuru bumi. Tanpa rintangan terbebaslah hati nurani. Renungkanlah berkah dari 4 pilar bakti yang hakiki. Niscaya tenteram hidup jasmani dan rohani.
Peringatan Tri Suci Waisak di Tanah Air tahun ini merupakan sumber inspirasi sekaligus renungan apa yang telah terjadi dan yang akan diperbuat untuk kehidupan lebih baik pada masa datang.
Renungan Waisak tahun ini bertumpu pada empat pilar bakti yang nmerupakan salah satu ajaran mendasar umat Buddha. Napak tilas tiga peristiwa suci Waisak memberi ideologi kuat dalam pelaksanaan empat pilar bakti: kepada orangtua, Tri Ratna, tanah air, dan semua makhluk.
Bakti kepada orangtua adalah yang pertama di antara ratusan kebajikan. Napak tilas Waisak pertama mengingat kelahiran agung Pangeran Siddharta, pewaris takhta, mengetuk hati kita untuk berterima kasih kepada orangtua yang kita sayangi. Dewi Maha Maya, ibunda Pangeran Siddharta, wafat setelah tujuh hari kelahiran Beliau dan terlahir di Surga Taryastrimsa.
Setelah mencapai penerangan sempurna menjadi Buddha, Beliau pergi ke Surga Trayastrimsa, memberi hadiah tertinggi, dharma sempurna menuju pembebasan mutlak, bagi Dewi Maha Maya.
Bagai rintik hujan yang menyejukkan hati tiap insan, purnama Waisak kedua tentang penerangan sempurna mengingatkan kita akan bakti kepada guru besar, sakyamuni Buddha. Beliau yang telah membabarkan ajaran yang tidak lekang oleh waktu dan membentuk persaudaraan suci dengan kasih sayang sehingga kini kita semua dapat mengecap indahnya dharma. Melalui peristiwa suci kedua, pinta hati diketuk untuk membuah pilihan hidup yang membawa manfaat bagi orang banyak, seperti dilakukan Buddha dengan bekerja keras membabarkan kebenaran selama beberapa dasawarsa.
Perbuatan nyata yang bertumpu pada pelaksanaan paramita bukan saja membawa manfaat bagi diri sendiri, tetapi juga pada kebahagiaan orang banyak, merupakan semangat penerangan sempurna Waisak yang terwujud dalam semangat Bodhisattva.
Menjelang wafatnya, dengan tubuh yang lemah, Hyang Buddha masih menunjukkan bakti negara dan semua makhluk. Beliau mencegah peperangan yang akan memusnahkan negara Kapilavastu, tanah air Beliau.
Saling Menyayangi
Pengabdian lebih besar untuk kebahagiaan semua makhluk juga dilaksanakan dengan sempurna oleh Hyang Buddha. Tanpa henti, Beliau berpesan kepada para siswanya agar sungguh-sungguh berusaha dan berkelana untuk kebahagiaan orang banyak. Inilah yang dikatakan bakti kepada semua makhluk.
Mengingat semua makhluk hidup adalah calon Buddha, insan yang memiliki benih ke-Buddha-an, hendaknya memperlakukan orang lain dengan penuh hormat, saling menyayangi, dan mendukung satu sama lain. Konsep yang amat mendasar ini perlu terus dikumandangkan sehingga kita semua disadarkan akan persamaan dan bukan mencari perbedaan. Dengan persamaan, rasa hormat, dan menjauhi saling menyakiti akan menimbulkan perdamaian, mencegah peperangan, dan memajukan kualitas kehidupan secara global.
Semoga ketiga peristiwa suci Waisak yang dilandasi empat pilar bakti dapat menyentuh hati kita yang hidup dalam masyarakat majemuk. Bakti kepada orangtua, Tri Ratna, bangsa dan negara, serta semua makhluk dapat melimpahkan berkah yang mulia untuk kemajuan kehidupan spiritual yang menjadi fondasi kuat bagi individu yang akan berkarya membawa perubahan yang baik bagi negeri Indonesia.
Sarva Satta Bhavantu Sukhitatta, semoga semua makhluk hidup dalam damai dan berbahagia. Salam Dalam Dharma.
Prajnavira Mahasthavira
Sekretaris Jendral World Buddhist Sangha Council
Pimpinan Vihara Mahavira Graha Pusat